Review The Diary of Amos Lee
Penulis : Adeline Foo
Penerjemah : Tessa Febiani
Editor : Fita Riyadi
Ilustrasi dan desain kover : Stephanie Wong
Penerbit : Buah Hati
ISBN : 978-602-8663-33-5
Cetakan I : Maret 2011
Tebal : 140 hlm
Diary ini dimulai karena resolusi Tahun Baru Ibuku untuk membuatku menulis.
Ibu mendapat ide aneh. Menurutnya, kami harus memanfaatkan waktu di kamar mandi sebaik-baiknya. Di tembok di atas WC, ibu memasang rak gantung tempat menyimpan buku tulis, beberapa bolpoin, dan pensil warna. Ibu bilang waktu aku melakukan "urusan penting" di toilet, aku bisa menulis. "Maksimal lima sampai delapan menit!" kata Ibu. "Ibu tidak mau kamu kena wasir!"
Menulis diary memang sangat menyenangkan. Mungkin banyak dari kalian yang senang menulis diary seperti saya dan Amos Lee. Saya pernah mempunyai sebuah diary waktu masih duduk di bangku SMP. Itu diary pertama saya. Namun sejak diary saya dibaca oleh ibu saya, saya jadi tidak berani untuk melanjutkan hobi saya yang satu itu. Malu banget waktu ketahuan dapat nilai jelek pas di sekolah. Dan lagi takut kalau ibu ngadu sama Bapak soal cinta monyet saya di kelas. Setelah dewasa dan membaca ulang diary pertama saya, rasanya ada perasaan haru, lucu, senang dan juga sedih campur aduk jadi satu. Oh masa muda. Ehem.
Namun terkadang pekerjaan menulis atau mengarang sering kali menjadi pekerjaan yang amat membosankan bagi sebagian anak. Mereka sering bilang kalau menulis itu sulit karena mereka tidak punya bahan untuk dituliskan. Keluhan-keluhan itu pula yang saya dengar ketika saya memberi materi tentang mengarang cerita pada anak didik saya. Mungkin itu pula yang dialami Amos ketika pertama kali diminta ibunya menulis diary di WC sembari melakukan "urusan penting". Namun pada akhirnya dia menurut juga dibandingkan harus membuat karangan selama satu jam setiap hari apabila ia tidak menuruti perintah ibunya menulis di WC.
Amos masih duduk di Sekolah Dasar. Dia punya ayah yang bekerja di bandara, ibu yang menjadi penulis di sebuah majalah, adik berumur lima tahun yang biasa ia panggil PRJ, atau kepanjangan dari Pengeluh Risih Jengkelin, Ah Kong dan Po-po atau kakek dan nenek dalam Bahasa Indonesia.
Buku diary Amos isinya sangat beragam, tentu saja tidak jauh-jauh dari kehidupan dia sehari-hari. Paling banyak tentang kejadian-kejadian yang dialaminya bersama Anthony dan Alvin, teman sekelasnya. Juga tentang proyek PSPnya. Ia selalu iri dengan anak-anak yang memainkan PSP tapi tidak meminjaminya. Akhirnya dia berusaha menjadi pedagang untuk mewujudkan keinginannya itu. Diantaranya berdagang kaos dan sepatu lukis yang dia buat, menjual pamflet Panduan Makanan, dan menjual tar nanas di sekolah saat pertandingan sepak bola. Selain berdagang dia juga menjadi badut pesta. Semua ia lakukan demi membeli PSP impiannya.
Menurutku Amos sangat kreatif. Ibunya selalu mengajaknya berkeliling ke tempat-tempat menarik untuk menemaninya mengadakan riset untuk tulisan yang akan diterbitkan di majalah. Dan hal itu membuat Amos punya bahan untuk ia ceritakan di dalam buku diarynya. Tidak jarang ibunya membaca diary tersebut dan membenarkan kata yang salah atau bahkan hanya sekadar memberi tanggapan pada kejadian yang baru Amos tulis. Sepertinya cara ini cukup efektif untuk menumbuhkan minat menulis anak dan merenungi apa saja yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari.
Buku ini memberikan inspirasi kepada saya tentang cara mendidik anak yang cukup kreatif dan menyenangkan. Banyak juga hal-hal mengenai Singapura yang ditulis dalam buku ini. Menurut saya buku ini memang benar-benar seperti buku diary anak SD. Dengan bahasa anak usia SD lengkap dengan pemikiran mereka yang unik dan ajaib. Sangat tepat dibaca para ibu dan anak-anak, atau bisa juga sebagai dongeng sebelum tidur :)
Bagian dari diary Amos yang paling saya suka adalah yang berjudul "AKU, SEORANG PENGUSAHA!"
Profil Penulis
Adeline Foo
Tinggal di Singapura dengan suaminya dan tiga orang anak. Dia adalah penulis buku anak, dengan 12 buku yang sudah diterbitkan.
Penerjemah : Tessa Febiani
Editor : Fita Riyadi
Ilustrasi dan desain kover : Stephanie Wong
Penerbit : Buah Hati
ISBN : 978-602-8663-33-5
Cetakan I : Maret 2011
Tebal : 140 hlm
Diary ini dimulai karena resolusi Tahun Baru Ibuku untuk membuatku menulis.
Ibu mendapat ide aneh. Menurutnya, kami harus memanfaatkan waktu di kamar mandi sebaik-baiknya. Di tembok di atas WC, ibu memasang rak gantung tempat menyimpan buku tulis, beberapa bolpoin, dan pensil warna. Ibu bilang waktu aku melakukan "urusan penting" di toilet, aku bisa menulis. "Maksimal lima sampai delapan menit!" kata Ibu. "Ibu tidak mau kamu kena wasir!"
Menulis diary memang sangat menyenangkan. Mungkin banyak dari kalian yang senang menulis diary seperti saya dan Amos Lee. Saya pernah mempunyai sebuah diary waktu masih duduk di bangku SMP. Itu diary pertama saya. Namun sejak diary saya dibaca oleh ibu saya, saya jadi tidak berani untuk melanjutkan hobi saya yang satu itu. Malu banget waktu ketahuan dapat nilai jelek pas di sekolah. Dan lagi takut kalau ibu ngadu sama Bapak soal cinta monyet saya di kelas. Setelah dewasa dan membaca ulang diary pertama saya, rasanya ada perasaan haru, lucu, senang dan juga sedih campur aduk jadi satu. Oh masa muda. Ehem.
Namun terkadang pekerjaan menulis atau mengarang sering kali menjadi pekerjaan yang amat membosankan bagi sebagian anak. Mereka sering bilang kalau menulis itu sulit karena mereka tidak punya bahan untuk dituliskan. Keluhan-keluhan itu pula yang saya dengar ketika saya memberi materi tentang mengarang cerita pada anak didik saya. Mungkin itu pula yang dialami Amos ketika pertama kali diminta ibunya menulis diary di WC sembari melakukan "urusan penting". Namun pada akhirnya dia menurut juga dibandingkan harus membuat karangan selama satu jam setiap hari apabila ia tidak menuruti perintah ibunya menulis di WC.
Amos masih duduk di Sekolah Dasar. Dia punya ayah yang bekerja di bandara, ibu yang menjadi penulis di sebuah majalah, adik berumur lima tahun yang biasa ia panggil PRJ, atau kepanjangan dari Pengeluh Risih Jengkelin, Ah Kong dan Po-po atau kakek dan nenek dalam Bahasa Indonesia.
Buku diary Amos isinya sangat beragam, tentu saja tidak jauh-jauh dari kehidupan dia sehari-hari. Paling banyak tentang kejadian-kejadian yang dialaminya bersama Anthony dan Alvin, teman sekelasnya. Juga tentang proyek PSPnya. Ia selalu iri dengan anak-anak yang memainkan PSP tapi tidak meminjaminya. Akhirnya dia berusaha menjadi pedagang untuk mewujudkan keinginannya itu. Diantaranya berdagang kaos dan sepatu lukis yang dia buat, menjual pamflet Panduan Makanan, dan menjual tar nanas di sekolah saat pertandingan sepak bola. Selain berdagang dia juga menjadi badut pesta. Semua ia lakukan demi membeli PSP impiannya.
Menurutku Amos sangat kreatif. Ibunya selalu mengajaknya berkeliling ke tempat-tempat menarik untuk menemaninya mengadakan riset untuk tulisan yang akan diterbitkan di majalah. Dan hal itu membuat Amos punya bahan untuk ia ceritakan di dalam buku diarynya. Tidak jarang ibunya membaca diary tersebut dan membenarkan kata yang salah atau bahkan hanya sekadar memberi tanggapan pada kejadian yang baru Amos tulis. Sepertinya cara ini cukup efektif untuk menumbuhkan minat menulis anak dan merenungi apa saja yang terjadi dalam kehidupannya sehari-hari.
Buku ini memberikan inspirasi kepada saya tentang cara mendidik anak yang cukup kreatif dan menyenangkan. Banyak juga hal-hal mengenai Singapura yang ditulis dalam buku ini. Menurut saya buku ini memang benar-benar seperti buku diary anak SD. Dengan bahasa anak usia SD lengkap dengan pemikiran mereka yang unik dan ajaib. Sangat tepat dibaca para ibu dan anak-anak, atau bisa juga sebagai dongeng sebelum tidur :)
Bagian dari diary Amos yang paling saya suka adalah yang berjudul "AKU, SEORANG PENGUSAHA!"
Seperti inilah penampakan dari beberapa bagian dari buku ini.
Dan buku ini ternyata terdiri dari beberapa seri :))
Profil Penulis
Adeline Foo
Tinggal di Singapura dengan suaminya dan tiga orang anak. Dia adalah penulis buku anak, dengan 12 buku yang sudah diterbitkan.
Komentar
Posting Komentar